Minggu, 20 November 2011

Cita-citaku

Irwansyah
SMPIT Madani
VII Al Fath 2011


Saya ingin menjadi pemain bola dan ingin mendapat gaji yang banyak agar bisa menaikkan kedua orang tua haji. Setelah itu saya ingin jalan-jalan di Indonesia dan keluar negeri, dan saya ingin bertemu dengan pemain bola yang hebat agar saya lebih meningkatkan latihan bola saya dan Indonesia bangga. Menjadi pemain Indonesia/masuk Timnas, masuk piala dunia suatu hari nanti.

Umur

"Umur hanyalah singkat, karena itu kita harus binasakan semua akhlak buruk yang kita punya dari diri kita sebelum kita dibinasakan"

Cerita ini saya dapat dari uztadz Indra Purnama ketika saya mendengar ceritanya, saya terkesan atas cerita kesuksesannya dibidang menulis, karena salah satu cita-cita saya adalah penulis.

Dari cerita itu saya sadar bahwa cita-cita itu harus kita jaga.


Wahid Al Farni
SMPIT Madani
VII AL Fath 2011

Minggu, 07 Agustus 2011

Sepotong kisah senja

Seorang kawan pernah berkata “kita saudara” dan saya hanya diam. Dia lanjutkan lagi “kau bisa mengerti diriku” dan saya melongo heran. Dia pergi, saya merajuk menahan tangis dan akhirnya kami berpisah.

Waktu berlalu, dia kembali dan saya berada diujung jalan lain, dia memanggil dan saya hanya mampu menatap…maaf

“butuh berapa lama lagi menanti?” tanyanya pelan, dijawab hanya dengan senyum tipis,

 “10 mungkin” jawabku ringkas.

“Masih butuh lebih lama rupanya” dia membalik kata, dan saya hanya menjawab dengan diam.

“saya sudah melewatkan banyak bilangan, apa itu belum cukup?” mencoba menawar waktu.

“sudah begitu lamakah hitungan yang telah kau lewati?” kucoba turunkan sedikit harga

“Tapi sepertinya masih belum cukup untukmu” harga dirinya terusik, cukup kubalas dengan senyum menggoda.

“bukankah kita saudara? Saudara mampu mengerti…mampu lapangkan rasa ketika tersudut, sediakan maaf tanpa dipinta” akhirnya keluhan makin panjang dan saya mulai melemah.

“kau pergi tanpa menoleh, masihkah boleh dianggap saudara?” Mencoba membalas dengan tinggalkan luka

“ah..kau masih menyimpan banyak kenangan, sayangnya yang kau simpan adalah luka” dia menoleh kebelakang akhirnya.

“karena luka adalah bagian yang meninggalkan bekas,” ucap itu akhirnya tak tersimpan lagi

Helaan nafas terdengar melambat…”apakah luka hanya milikmu seorang? Apakah luka yang kurasa juga harus kuungkap dan kulepas pada angin?” dia berkelit dan sisi lain akhirnya diungkap dengan perlahan, hingga hanya angin yang memecah bisu yang kemudian tercipta.

“Maaf itu tidak perlu dipinta…bukankah sudah pernah kukatakan bahwa tidak perlu ada maaf dan terimakasih diantara kita” akhirnya kucoba memecahkan sunyi.

“hey…siapa yang meminta maaf padamu? Saya hanya ingin menggugat masa tunggu yang kau cipta” dia menjawab seolah mengolok.

Waktu bisa memutus banyak hal yang bukan hanya melebur banyak kenangan, tapi juga mengubah beberapa sosok. Jika kini dia menjadi asing bagiku, kuharap keasingan yang kutemui ini hanya karena sungkan, bukan karena waktu merubah kami satu sama lain.

“kau ingin tahu betapa waktu selama ini tidak dengan mudah kulalui, ada banyak yang mungkin cukup sendiri tanpa perlu dibagi, karena ketika tersampaikan belum tentu membuat semuanya terasa menyenangkan” dia mulai mengeluh panjang, ah..bukan keluhan, lebih kepada keinginan untuk dipahami.

“itulah dirimu, selalu ingin menyimpan segala sendiri, selalu mengatakan kita bersaudara tapi saudara macam apa yang menyembunyikan banyak hal dari saudaranya?” endapan emosiku sepertinya mulai terurai satu persatu diiringi oktaf suara yang mulai meninggi.

“hhh….Na, andai dirimu tahu betapa ingin kubagi semua cerita, lepaskan semua bungkusan kisah yang rapi tersimpan selama ini…tapi tiap ingin membaginya, tiap menemuimu dan melihat ekspresi wajahmu, semua menguap, hingga rencana yang telah kususun untuk membaginya tak tersisa. Saya lebih ingin mendengar ceritamu, ingin tertawa melihat caramu berkisah dan ingin itu lebih besar daripada ingin keluhkan kisahku padamu…ah sudahlah, boleh kita membahas yang lain diawal jumpa kita ini?” kali ini lebih panjang

Begitu banyak cerita yang akhirnya mengalir, dan entah sejak kapan saya merasa gagal mengenalnya dengan baik.
“saya pernah merasa mengenalmu seperti mengenal telapak tanganku sendiri, tapi mendengar semuanya entah mengapa saya merasa gagal sebagai teman, bahkan saya tak pantas kau anggap sebagai seudara…ah pembahasan ini sudah mulai membuatku lelah” yang akhirnya kataku ditutup helaan nafas panjang, dan berdiri dari dudukku.

“Baiknya hari ini perbincangan ini kita tutup, mentari sudah lelah mendengar kisah yang kita putar balik…mungkin kita biarkan kisah kita tertutup bersama tenggelamnya senja” lanjutku yang hanya dijawab oleh tatapan bingungnya sambil ikut berdiri.

“dan kesimpulan akhir yang bisa menjadi penutup?” tanyanya pelan

“yah kesimpulannya..kau pulang dengan selamat, Alhamdulillah” pendek dengan nada bercanda dan memasang wajah yang akan mengundang jitakannya.

“Kau hati-hati pulangnya, jangan sampai kemalaman” pesannya pendek lalu memutar tubuh membelakangiku.

“Tahukah kau….aku benci menatap punggung yang meninggalkanku, seakan-akan tidak akan pernah bertemu kembali”…lirihku pelan lalu memutar langkah berbalik, menatap senja.



Diselesaikan jauhh hari sebelumnya :D

Pemilik Mata Bintang

Tak pernah kuselami birunya langit dan lautan tanpa damai yang menyusupinya. Kau pernah menyebutku aneh, karena begitu tergila-gila pada laut, pada biru yang menjadi batas pandangku, hingga tiap gambar yang kupunya hanya tentang laut dan langit, tanpa dirimu atau mereka.

Biru...tak kuingat kapan pertama kali menyadari bahwa salah satu cintaku tertambat disana, pada sejuk yang akan bersemayam dengan kuat hanya karena tiba-tiba menatap langitNya dengan awan berarak memainkan imaji, gambar apa gerangan yang sedang mencoba tercipta....


“hidup ini penuh warna, jangan semua hanya biru” ucapmu saat lagi-lagi mulutku berkicau tentang biru.

“yeee…biarin, biru itu luas, sulit dijangkau…tidak pernah ada yang mampu menyentuh langit dan menggenggam lautan. Jadi kesimpulannya biruuu itu susah didapatkan” jawabku dengan jawaban yang sangat cepat.

“dasar maniak” itu istilahmu pada orang yang terlalu berlebihan menyukai sesuatu.
Kini, aku ingin bercerita padamu…bukan lagi tentang biru tapi tentang pemilik mata bintang, ayo siapkan telinga mendengarnya.

Tak perlu kusebutkan namanya ya, karena untuk hal ini kita selalu sepakat, nama biarlah jadi rahasia kisah kita. Dia mencuri perhatianku dengan mata dan senyumnya, paduan yang menunjukkan keMaha Besaran Sang Pencipta, dengan sikap malu dan kesan dewasa yang dibawanya ditiap langkah selalu berhasil membuatku berbalik setiap melihatnya.

Jika kau bertemu dengannya saya yakin kaupun akan jatuh cinta padanya, pemilik mata bintang-begitu aku menyebutnya-. Aku bahkan mulai menghafal satu persatu hal yang disukainya, mengingat kapan dia tersenyum dan berani melangkah menujuku.

Berbeda dengan yang lain, dia tidak menyambutku dengan antusias yang lebih, dia selalu menatapku dari kejauhan –aku bisa merasakannya- saat pandanganku kuarahkan padanya dia akan berpaling dengan sebelumnya tersenyum irit, mengingat tingkahnya ini ingin membuatku terbahak.

Tidak pernah ingin terlihat pintar dihadapanku, walaupun aku tahu dia punya banyak jawab untuk pertanyaan-pertanyaan aneh yang selalu kuajukan, dia akan diam sebelum aku memutuskan ingin mendengar suaranya, tahukah kau…dia mewakilimu.

Ah…baiknya hari ini kucupkan kisah tentangnya, kuharap kau baik-baik saja disana ketika akhirnya angin membawa kisah ini padamu.

Kumasukkan kembali lipatan kisah dalam lipatan kisah lain, karena kutahu, kisah ini takkan sampai padamu.


Diselesaikan di Bogor disela bel istirahat, 15 April 2011

Selasa, 02 Agustus 2011

Mimpi Lama Memanggil

Palembang, 2011 Juli dihari ke-13


Benang mimpi itu pernah kita pintal bersama
Menghiasinya dengan beragam warna
Disimpul senyum, teriakan semangat dan tawa ditiap sisinya
Hingga tak kita ijinkan lintasan lain merenggut mimpi
Mimpi…yang kita sulam…bersama

Semua indah kurasa, entah apa yang kau rasa
Karena walau kita bersisian, kutahu jiwamu kadang mengembun
Di lorong waktu  yang juga bersinggungan dengan mimpi lain
Dan kau meninggalkanku sendiri…lagi-lagi sendiri
Ah maaf…bukan kau yang pergi, tapi aku memilih memutari jalan lain

Dan semalam…kau mengingatkanku akan mimpi kita lagi
Mengitari biru, berkecipak dalam langit-langit senja                                           
Dan aku…terdiam, hanya itu yang mampu kulakukan sekarang
“aku punya mimpi lain sekarang” jawabku
“maukah kau tetap menunggu hingga mimpi baruku ini usai?” kutawari potongan janji baru

Kau…yah dirimu selalu begitu..selalu bersabar
Selalu setia menungguku menepati mimpi kita
Mimpi membawaku melihat biru yang selalu kau tawarkan
“jangan lama-lama ya mba pulangnya, saya pengen jalan bareng mba lagi” pintamu
Sunyi…diam…entahlah

Kuharap semesta meminta padaNya mengabulkan pintamu
Tiga ratus dua puluh dua hari..waktu yang harus kulewati
Hingga janji dimasa lalu bisa kita tepati….
Semoga...

Minggu, 31 Juli 2011

Butuh berlari


Genta kenangan hadir menciptkan sesak
Hingga tangis akhirnya kuteguk
Dalam dinding beku tak bertuan
Dan kupilih padamkan dian

Tak pernah berpikir akan bisa bertemu kembali dengannya setelah lama tidak bersua  dan mengetahui apapun tentangnya. Kini dia hadir tepat didepan saya, dan akhirnya membuat saya ingin meluruhkan sesak yang menjelma air mata.

Apa yang dia bawa kembali?? Tidak ada, hanya sejumput kenangan yang ingin kuenyahkan jauh-jauh, dan kini serupa tanpa dosa dia datang membawa apa yang telah kulemparkan dahulu. Ingin kupinta padanya untuk pergi, jauh dari batas pandangku, tapi lagi-lagi lisanku hanya menyuarakan kekosongan.

Sabtu, 30 Juli 2011

Rekam Jejak Cerita Para Petualang SGEI’ers


Opaaaaaaaaaaa….blom dapat rumah, hiks L (Ipin, 05 Juni 2011)

Oppah…cucu mu nie jd bidadari disini. Klo m’cuci hrus d kali..hwaaaa…this is my 1st experience! Seruuuunaaa oppah..! Tp begh klo mau ke sungai harus lewati rumah warga ****** yang ada ****nya..iiihhh..rantasa’na opah…huuu..pusing cucumu ni oppah…macem mana nie…(Upin, 05 Juni 2011)

Mkanq?? Sepertinya sy akan t’geser dr jajaran PemBesar. Tidak ada sayur dijual, karena pasar hanya selasa/pekan. Tidak ada kulkas, masak pake tungku batu. Sejak saya datang masih nasi&telur…(Upin, 05 Juni 2011)

Pada awalnya semua orang bangga dengan pilihannya, tapi pada akhirnya tidak semua orang setia dengan pilihannya…Saat ia sadar bahwa yang ia pilih mungkin tak sepenuhnya seperti yang diimpikan…Karena yang tersulit dalam hidup bukanlah memilih, tapi bagaimana bertahan dengan pilihan (Tini, 05 Juni 2011)

ha haaii, dengan Bismillah,, kita kan melanjutkan pelayaran. Ketemu lagi dimenara impian para rangers. Dan hari itu kita semua haruslah sudah semakin hebat! J (Hendro, 05 Juni 2011)

Sendiri sepi nan sunyi, sambil membaca laaaa tahzaaaaannnn yaa ukhtiii. Apo kabar Ampera? (Malsa, 05 Juni 2011)

Alhamdulillah opa. Oya tadi aku ikut seminar pendidikan tingkat internasional. Weuhii seru opa. Dapatka’ jg doorprize modem flexi tapi belumpi kupake, tidak kutauki bla pake’ki (Syamsi, 05 Juni 2011)

Bali, ketenangan dan kenyamanan yang kurasa (Bang Riza, 07 Juni 2011)

Opa, apel pagi di ruangan rapat. Betul-betul sayaji perempuan. Apelnya toh taujih pagi, tilawah, baca hadits arba’in (ipin, Juni 2011)

Ambonmanise kokondao  sorendoreri hujan mulu….(Ulum tea, 08 Juni 2011)

Wah, oppa…Luar biasa kota Medan, penuh kejutan…kukira orang Melayu pada kalem-kalem…suaranya nakalahkanki orang Makassar…Tabbangkaka..ibu-ibunya pada suka teriak, mungkin karena daerah pesisir…dua hari disini lihat langsung orang mau bunuh diri minumracun gara-gara cinta ditolak…ampun..bikin stop jantung…guru-gurunya suka jajan, sedikit-sedikit ngemil mi seng. Waduh, kalau dituruti nda bisaki GCF…maka kuputuskan kabur aja kalau ada acara ngemil bereng hehehhe (Viya, 09 Juni 2011)

Ehhhmmm..sepertinya harus belajar menikmatinya mba, mencoba meraba bumi cinta di wilayah timur ini. Aku dalam perjalanan ke kota, ku akan nginap tempat kawan, senin pagi baru pulang (Malsa, 10 Juni 2011)

Oppa naa…penghuni Batam semakin jatuh cinta pada pulau ini…ada banyak sisi yang mengejutkan yang membuatnya semakin ingin berjalan-jalan terus, disini ada juga pantry oppa, tadi siang makan sepiring berdua…mudah-mudahan bisa jadi pembesar tidak dalam arti sebenarnya…hehehe (Itan, 10 Juni 2011)


*postingnya telat, kelamaan mengendap di harddisk...malam ini mengingat mereka, kawan tengah perjalanan*

Minggu, 24 Juli 2011

Kecupan yang tertinggal

Ada kecupan kecil
Tercuri, tanpa tersadari, tanpa terduga.
Saat sadar… meninggalkan kejut sendiri
Ahhh…aku menyayangimu karena Allah, InsyaAllah


Belum genap sebulan rasanya, berada ditengah keriuhan mereka, ceria, rajukan, teriakan bahkan pertengkaran ciptaan mereka menjadi pengiring ditiap harinya. Satiap hari akan ada cerita berbeda yang bergema didinding memori, meminta ruang untuk diletakkan dibagian yang tersimpan lebih lama.

Sekolah ini memberi banyak warna yang berbeda, disini saya belajar banyak hal, belajar menemukan satu rasa yang belum pernah saya temukan sebelumnya. Walaupun ditiap harinya bertemu, tetap saja memberi pelajaran baru yang berbeda, memberi tawa baru direlung hati. Melihat bagaimana mereka tersenyum selalu saja memberi kekuatan baru ditiap penat yang ditinggal oleh malam, dan betapa ajaibnya senyum mereka, karena hanya dengan itu semangat akan bertumbuh kembali.


Ada kisah baru yang berbeda hari ini, mungkin hal yang paling tidak pernah kubayangkan akan terjadi ditengah-tengah kesibukan belajar mengajarku. Disaat semua siswa antrian sambil rebutan bersalaman untuk pulang, tiba-tiba saja ada kecupan kecil, cepat, tak pernah terduga mendarat di pipi kiriku. Dan sang pemberi kecupan hanya nyengir kecil saat pandangan kuarahkan padanya, ah tahukah kau gadis kecil, ada tangis yang ingin jatuh saat melihat senyum setengah nyengir itu, ada bahagia membuncah dalam dada karena sesak haru betapa tulus rasa yang kau tawarkan untuk kugenggam.

Apalagi yang membahagiakan bagi seorang guru, ketika siswanya menaruh rasa sayang demikian besar? apalagi yang membuatnya ingin mundur jika menatap wajah harap mereka meminta untuk diajar?...terima kasih nak, karena kalian mengajarkan banyak hal pada ibu…

Ya Rabb…diujung senja ini, kukalungkan do’a untuk mereka, untuk tunas-tunas bangsa kami, agar bahagia selalu mengiringi langkahnya, agar senyum tak pupus dari wajah polosnya, dan agar kami mampu menjadi seorang pendidik, kakak, saudara bahkan ibu yang dapat diteladani oleh mereka…aaaamiin


Diselesaikan…
Bogor, 14 Maret 2011

Sabtu, 07 Mei 2011

Tentang Mereka

Ditemani hujan, Bogor 23 April 2011

Ada banyak hal yang kudapatkan dari mereka malam ini, dari Adi aku belajar secara langsung bertahan dari kehilangan, hal yang paling kutakuti. Diumurnya yang baru 10 tahun ia telah kehilangan sang ayah, hanya ibu dan sang kakak yang menemani. Tapi jangan harap akan menemukan sendu diwajahnya, dikelas dia akan selalu ceria, tak kenal menyerah untuk menyelesaikan soal matematika yang kuberi dan semangat bermain ketika bertemu bola dan lapangan.

Ada Iqbal, pendiam yang sangat teliti dalam mengerjakan hitungannya. Saya melihat betapa rendah hatinya ia, dengan kemampuannya memahami pelajaran yang lebih cepat dibanding yang lain. Jangankan bersikap tinggi hati, dia bahkan dengan senang hati akan menolong saya membantu temannya yang belum paham, dan…dia lebih sabar mengajarinya dibanding kesabaran yang saya punya. Dan saya malu pada kenyataan ini.

Seorang yang biasa saja, tidak menonjol dalam pelajaran apapun tapi dia yang pertama akan datang membantu saat saya membawa setumpuk tugas-tugas yang harus diperiksa. Regi, mungkin biasa saja, tapi dia tidak biasa dimata saya, siswa pertama yang membuat saya merasa aman walaupun saat suasana kelas riuh. “tenang bu, ada saya, saya yang akan jadi asisten ibu” ucapnya saat melihat saya mulai kewalahan mengatur teman-temannya yang lain. Dan tadi, ditengah gerimis hujan, dia dengan sukarela menawarkan diri menjemput 2 kawannya yang terlambat datang, yang jarak perjalanannya tidak bisa dikatakan dekat. Betapa mudahnya dia memberi pertolongan…ah matanya menyimpan banyak hal.

=====================================================

Mungkin itu sebagian serpihan cerita yang kusimpan tentang salah tiga diantara mereka, hampir 3 bulan bersama mereka, membagi sedikit ilmu yang kupunya. Tapi yang sebenarnya mereka yang mengajari saya banyak hal, mengajari kelapangan hati, mengajarkan betapa mudahnya mereka memaafkan dan betapa selalu bahagia melihat mereka tersenyum tanpa beban…jika ingin belajar ketulusan, lihatlah mereka.
Dan esok, adalah hari terakhir bertemu mereka dalam arti yang sebenarnya, esok waktu magang saya berakhir…dan sesak itu semakin terasa tiap detik berjalan waktunya menuju esok. Baru kali ini saya berharap esok tidak datang dengan cepat.
Dan kini waktunya membuat kotak kenangan baru…kenangan baru untuk mereka…mereka memberi banyak hal yang belum saya punyai…terima kasih nak.

jangan ucapkan selamat tinggal, tapi ucapkan sampai jumpa ^_^


Diselesaikan, Bogor 06 Mei 2011
Ditemani kicauan Kick Andy.

Jumat, 22 April 2011

Nakamura dan 'jalan'

Semua yang kukerjakan ini akan menjadi contoh baginya, kalau berbuat baik bagi orang lain, bermanfaat bagi orang banyak, jauh lebih berharga dibandingkan apapun….

Demikian kalimat Nakamura-san kepada Burlian, singkat tapi tidak sesingkat maknanya. Dalam kalimat yang tidak lebih dari 25 kata itu mengajarkan bahwa tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Nakamura meninggalkan keluarga dan keiko -sang anak tercinta- karena tuntutan pekerjaan sebagai kepala proyek pembangunan jalan ditanah Sumatera.

“Membangun jalan-jalan ini, bukan sekedar menumpahkan batu dan aspal, bukan sekedar membuat parit dan jembatan. Ini semua tentang masa depan orang-orang yang dilewati proyek jalan. Jalan ini tidak pernah berujung, tidak pernah….jalan-jalan ini akan terus mengalir meliwati lembah-lembah basah, lereng-lereng gunung terjal, kota-kota ramai, desa-desa eksotis nan indah, tempat-tempat yang memberikan pengetahuan, tempat-tempat yang menjanjikan masa depan…lantas jalan ini akan terus…terus menuju pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara…dan dari sana kau bahkan bisa pergi lebih jauh lagi, menemukan sambungan jalan berikutnya…mengiringi dunia…melihat seluruh dunia, masa depan anak-anak kampung, masa depan bangsa kalian. Masa depan kau yang penuh kesempatan, Burlian”

Lewat tokoh-tokohnya, Tere-liye dalam novelnya ‘Burlian’ menyampaikan banyak pelajaran. Melalui Nakamura saya kembali disentil dengan pertanyaan “apakah saya sudah sudah bermanfaat untuk orang lain?”.

Pembangun jalan dan pendidik, dua profesi yang berbeda, tapi tere-liye membuatnya tidak jauh berbeda dimata saya. Jalan, mengantarkan seseorang melihat dunia, menjelajah tempat lain, menemukan masa depan. Tidak jauh berbeda dengan seorang pendidik bukan? 

Seorang guru, menjadi ‘jalan’ bagi anak didiknya untuk mereguk ilmu, merajut mimpi masa depan, bahkan dengan ilmu itu pula menjadi bekal bagi sang anak untuk menatap masa depan yang penuh kesempatan. Lalu masihkah kita harus ragu pada pilihan yang telah kita buat?

Nakamura meninggalkan kota, negara dan orang-orang yang disayanginya demi membuat ‘jalan’ bagi orang lain, yang bahkan bukan bangsanya sendiri. Kita pun memulai langkah itu, meninggalkan kota dan keluarga yang kita sayangi untuk memberi sepotong ‘jalan’ bagi anak-anak didik kita. Namun apakah kita akan memilih seperti Nakamura, yang menyelesaikan ‘jalan’nya hingga akhir? Hanya kita sendiri yang mampu menjawabnya.


Daftar Pustaka:
Tere Liye. Burlian. 2009. Jakarta: Penerbit Republika